Pages

Friday, June 1, 2012

Disambar Petir

Kejadian ini terjadi pada masa dinasti Yuan, para perampok dari Guangdong, China, ketika hendak menyeberangi sungai Yangtze. Mereka bertujuan untuk menduduki kota Guazhou dan Zhengjiang. Mengetahui hal itu, Raja lalu memerintahkan pasukan angkatan laut mengadakan patroli di selat antara kedua kota tersebut, menghadang para perampok supaya setelah melakukan kejahatan tidak bisa lolos ke laut. Di dalam pasukan angkatan laut tersebut ada seorang yang bermarga Li, dahulu dia adalah seorang awak kapal, karena pandai dia dipilih menjadi tenaga kerja senior. Tetapi dia ada seorang yang jahat dan memberikan pengaruh buruk bagi anak buahnya, sering pada malam hari dia sering keluar untuk merampok. Pada suatu musim dingin, ada sepasang orang tua yang membawa seluruh anggota keluarganya, dengan perahu nelayan menyeberangi Yangzhou, mereka melewati kapal patroli Li. Li memakai kabel hook menangkap kapal nelayan tersebut, berpura-pura mengatakan akan memeriksa kapal, membawa anak buahnya naik ke atas kapal nelayan, membongkar dan mengambil uang, seluruh perhiasan serta harta bendanya. Melihat itu, pasangan orang tua ini tentu saja tidak rela barangnya diambil, lalu bertengkar dengannya. Li mengancam mereka semua, pasangan orang tua ini ketakutan, berkata akan memberikan seluruh perhiasan mereka kepada Li dan memohon Li meninggalkan uang untuk mereka. Li terus menolak permintaah orang tua itu. Orang tua ini lalu mengatakan akan memberikan seluruh uang dan perhiasannya, hanya memohon Li meninggalkan pakaian serta sedikit uang untuk biaya perjalanan mereka, Li masih menolak. Orang tua ini lantas menjadi sangat marah dan berkata, “Berulang kali merusak moralmu, apakah sudah tidak ada hukum lagi!.” Setelah berkata demikian membalikkan badannya ke kemudi kapal melepaskan jangkar akan berlayar lagi. Li melihat kejadian tersebut takut orang tua ini akan melapor perbuatannya, lalu dia berpura-pura berkata kepada orang tua tersebut,”Saya hanya bercanda kepadamu kakek! Sekarang hari telah gelap, sudah tidak bebas membongkar barang, besok pagi saya akan mengembalikan semua barang-barangmu!” lalu dia mengikat kapal orang tua tersebut ke kapalnya berlayar mengikuti kapalnya. Setelah tengah malam, Li dan bawahannya merusak dan membocorkan kapal nelayan ini. Orang tua serta seluruh anggota keluarganya 11 orang semua mati tenggelam. Li dengan puas tertawa. Pada saat itu di dalam kapal Li terdapat 20 orang, diantaranya hanya ada 5 orang tidak terlibat dalam pembunuhan kejam ini. Salah satu prajurit angkatan laut ini sangat percaya kepada Budha, jika mereka tidak sedang berperang, maka dia selalu akan berdoa di atas dek kapal. Ketika dia mendengar masalah pembunuhan ini dia sangat khawatir. Dia berkata kepada mereka, “Kalian pasti akan mendapat balasannya! Kita semua berada dalam satu kapal, apa yang harus saya lakukan.” kelompok Li melihat dia ketakutan malahan menertawakannya terlalu percaya takhyul. Keesokkan harinya, ketika Li sedang pergi ke kapal yang lain menemui temannya, tiba-tiba dia merasa kepalanya sangat sakit, dia bergegas menyuruh perahu kecil membawanya pulang. Ketika perahu berlayar sampai di tengah selat, pendayung tiba-tiba menghentikan tangannya. Li bertanya kenapa berhenti, pendayung menunjukkan tangannya ke kapal Li berkata,” Anjungan kapal disambar petir, apakah engkau tidak melihat di anjungan kapal berdiri seorang dewa petir, dengan marah memandang kepada kita semua!.” Mendengar perkataan itu, Li dengan marah memakinya percaya kepada tahyul, dengan pedangnya dia memukul ke pendayungnya, akhirnya dengan terpaksa pendayung mengayuh kapalnya menuju ke kapal Li, ketika Li naik ke atas kapalnya, dia langsung disambar petir dan menjadi hangus terbakar. Orang-orang yang berada di dalam kapal mendengar suara sambar petir di anjungan kapal, lalu lari ke buritan kapal, petir menyambar lagi, membuat kapal terpecah menjadi 2 bagian, bagian belakang yang tersambar petir beserta seluruh orang di dalamnya tenggelam ke laut. Bagian depan kapal terapung di atas laut. Prajurit yang rajin berdoa tersebut sedang berdoa, ketika mendengar suara petir, lalu lari ke anjungan kapal melihat, dia melihat Li telah meninggal disambar petir, kapal telah pecah menjadi 2 bagian, dia tidak melihat seluruh penumpang yang bersamanya. Prajurit itu merasa sangat ketakutan, lalu dia menyambar pelampung, dengan sekuat tenaga menjerit meminta tolong, ada orang yang mendayung perahu kecil datang menolongnya. Setelah dia ditolong naik ke atas perahu kecil, dia mendengar suara petir sekali lagi menyambar, ketika dia membalikkan kepalanya melihat setengah kapal yang tadi dinaiki sekarang juga telah tenggelam disambar petir. Empat orang lagi yang tidak terlibat dalam pembunuhan semua terdampar di pantai, setelah mereka semua sadar, ada orang yang bertanya kepada mereka apa yang terjadi? mereka berkata ketika Li disambar petir mereka semua sedang berada di buritan kapal, dalam keadaan panik mereka seperti ditimpa oleh papan buritan, seperti dalam mimpi, mereka tidak tahu bagaimana kejadian kenapa mereka bisa sampai disini. Kelompok Li tidak menyangka mereka akan dihukum oleh Tuhan, mereka beranggapan perbuatan mereka tidak ada yang melaporkan, mereka tidak akan mendapat hukuman. Tetapi Tuhan maha adil, perbuatan orang jahat dan orang baik terlihat sangat jelas di mata Tuhan dan mendapatkan hukuman yang setimpal. (hui)

0 comments:

Post a Comment