Friday, June 1, 2012
pertaubatan pemuda yang durhaka kepada ibunya
Ayahku meninggal saat aku masih kecil, lalu ibulah yang merawatku. Ia bekerja sebagai pembantu di rumah-rumah hingga dapat membiayaiku. Aku adalah anak tunggalnya. Ia memasukkan aku ke sekolah, dan aku belajar hingga menyelesaikan studi di universitas. Saat itu aku berbakti kepadanya. la datang untuk mengirimku ke luar negeri, dan ia melepaskan kepergianku dengan air mata sembari berkata kepadaku, “Ingatlah, wahai putraku, terhadap dirimu dan jangan memutus beritamu dariku. Berkirimlah surat kepadaku hingga aku merasa tentram dengan kesehatanmu.”
Aku menyelesaikan studiku setelah menempuh waktu yang panjang dan aku kembali ke tanah air sebagai pribadi lain yang telah terpengaruh dengan peradaban Barat. Aku melihat keterbelakangan dalam agama, dan aku menjadi tidak beriman kecuali dengan kehidupan materi – kita berlindung kepada Allah-.
Aku mendapatkan pekerjaan yang berkelas, dan aku mulai mencari istri hingga aku memperolehnya. Sebenarnya ibu telah memilihkan untukku searing gadis yang taat beragama lagi memelihara diri, tapi aku hanya mau menikah dengan wanita kaya lagi cantik itu karena aku mengimpikan kehidupan aristokrat.
Sekitar enam bulan sejak perkawinanku, istriku mernperdaya ibuku hingga aku mernbenci ibuku. Suatu hari, aku masuk rumah, dan ternyata istriku menangis, lalu aku bertanya kepadanya tentang sebabnya, maka ia menjawab, “Cukup sampai di sini aku dan ibumu berada di rumah ini. Aku tidak bisa bersabar terhadapnya lebih diri itu.”
Aku pun gelap mata, dan aku mengusir ibuku dark rumah pada saat marah. Ibu pun pergi dalam keadaan menangis sambil berkata, “Semoga Allah membahagiakanmu, wahai putraku.”
Lihatlah betapa besar dan belas kasihnya hati ibu. Kendatipun anak tunggalnya telah mengusirnya diri rumah secara zhalim dan melampaui batas, namun sang ibu tetap mendoakannya dengan kebahagiaan dalam hidup ini.
Penutur kisah melanjutkan, beberapa jam setelah itu, aku keluar untuk mencarinya, tapi tidak ada gunanya. Aku pun kembali ke rumah, cdn istriku, dengan makarnya dan kebodohanku, mampu melupakanku dari ibu yang berharga lagi utama itu.
Berita ibuku terputus dariku dalam satu masa. Dalam masa itu aku tertimpa penyakit yang menjijikan. Setelah itu, aku masuk rumah sakit, dan ibuku mengetahui berita itu lalu datang menjengukku. Saat itu istriku di sisiku. Sebelum menjengukku, ia diusir oleh istriku, dan mengatakan kepadanya, “Putramu tidak ada di sini. Apa yang engkau inginkan dari kami. Pergilah dari kami.”
Ibu pun pergi dari tempat kedatangannya. Aku keluar dari rumah sakit setelah waktu lama yang menyebabkan kondisi kejiwaanku berkurang. Aku kehilangan pekerjaan dan rumah serta utangku bertumpuk. Semua itu disebabkan istriku. Ia membebaniku dengan tuntutannya yang banyak. Pada akhirnya, istriku yang cantik itu menolak dan mengatakan, “Selama engkau telah kehilangan pekerjaan dan hartamu serta kedudukan di masyarakat tidak kembali lagi kepadamu, maka aku nyatakan dengan tegas kepadamu: Aku tidak menginginkanmu. Aku tidak menginginkanmu. Ceraikanlah aku.”
Kata-kata yang aku dengar darinya ini bak petir yang menyambar kepalaku. Aku pun langsung menceraikannya. Saat aku bangun dari tidur nyenyak yang biasa aku jalani, dan aku keluar dalam keadaan bersedih untuk mencari ibuku, yang pada akhirnya aku menemukannya… Tapi di mana aku menemukannya?!
Ia tinggal di salah satu Ribath. Ribath adalah tempat berkumpul orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidak memiliki orang yang mengurusi mereka. Mereka makan dan minum dari sedekah. Aku menemuinya, ternyata aku mendapatinya pucat karena tangisan. Begitu aku melihatnya, aku langsung menjatuhkan diri di dekat kakinya dan menangis dengan tangisan yang pahit. Tidak ada yang dilakukannya kecuali ikut menangis bersamaku. Kami tetap seperti ini sekitar satu jam penuh. Setelah itu, aku membawanya ke rumah, dan aku bersumpah pada diriku bahwa aku akan senantiasa mematuhinya. Sebelum itu, aku menaati perintah-Nya, menjauhi larangan-laranganNya.”
Sumber: Koran Bilad, Edisi 9021. Disalin dari buku “Balasan Sesuai Perbuatan”, Ibrahim bin Abdullah al-Hazimi, Penerbit Tazkia
Labels:
tentang islam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment