Wednesday, May 30, 2012
Mengingat Kehidupan Masa Lalu
Dahulu seorang sastrawan yang bernama Wang Xiaoyuan menceritakan sebuah kisah nyata. Dikisahkan ada seorang bhiksu yang melewati sebuah rumah jagal, tiba-tiba dia menangis, perasaannya sangat sedih. Orang sekitar yang melihatnya merasa heran, lalu menanyakan kenapa dirinya begitu sedih?
Biksu tua ini berkata, “Cerita ini sangat panjang, saya bisa mengingat 2 kali kehidupan masa lalu saya. Yang pertama adalah ketika itu saya dilahirkan menjadi seorang penjagal binatang, ketika berusia sekitar 30 tahun saya meninggal. Ketika saya meninggal arwah saya ditangkap oleh pengawal neraka dan dibawa bertemu dengan raja neraka. Raja neraka memutuskan, karma membunuh binatang saya terlalu banyak, lalu saya dihukum dengan karma besar”.
“Pada saat itu saya hanya merasa terombang-ambing, seperti mabuk, kepala saya sangat sakit dan panas, tiba-tiba terasa ada angin sejuk, rupanya saya telah dilahirkan kembali disebuah kandang babi menjadi babi,” kata bhiksu itu.
Sembari mengingat masa lalu biksu itu berujar, “Pada saat itu ketika saya tidak menyusu lagi, saya menyadari makanan babi itu sangat kotor, tetapi karena saya sangat lapar, terpaksa saya memakan makanan tersebut. Lama kelamaan, saya sudah mengerti bahasa babi, selalu mengobrol dengan para babi. Diantara mereka yang bisa mengingat masa lalunya juga sangat banyak, hanya mereka tidak bisa mengatakannya kepada manusia, kami tahu pada suatu hari pasti akan dijagal, oleh sebab itu kami selalu mengeluarkan suara erangan karena memikirkan masa depan yang menyedihkan”.
Mengenai kehidupan babi biksu itu berkata, “Di mata dan bulu mata kami selalu tergantung air mata, karena kami tahu hidup kami sangat menyedihkan. Kami terlihat bodoh dan lamban, kulit kami tipis, ketika musim panas, seluruh badan seperti terbakar, oleh sebab itu kami hanya dapat memendamkan tubuh di dalam lumpur, sehingga terasa agak nyaman, bulu kami sangat jarang dan keras, ketika musim dingin kami kedinginan, ketika sudah dewasa, hanya menunggu waktu dijagal.”
Tidak hanya itu, dia menceritakan tentang penderitaan yang dialaminya, “Ketika ditangkap orang, didalam hati sudah tahu pasti sudah akan mati, tetapi masih berusaha lari menghindar, nadi berdenyut dengan kencang, perut keram. Terkadang keempat kaki kami diikat di bambu tubuh terbalik diangkat pergi, rasanya lebih sakit daripada hukuman cambuk narapidana, setelah tiba dirumah jagal, penjagal meletakkan kami dilantai, hati sangat takut, ada yang langsung dijagal, dan ada yang menunggu beberapa hari. Penderitaan psikologis ini bahkan lebih tak tertahan lagi.”
Biksu itu juga menceritakan saat-saat dirinya dijagal, “Ketika saya dijagal, melihat pisau penjagal, karena ketakutan kepala terasa berkunang-kunang akan pingsan, seluruh badan lemas, hanya dapat memejamkan mata menunggu ajal tiba. Pertama-tama penjagal terlebih dahulu mengambil pisau menggorok leher saya, kemudian menampung darah saya, penderitaan pada saat itu tak dapat dikatakan dengan perkataan, meminta segera mati tetapi tida bisa, ketika darah sudah habis menetes, penjagal dengan pisaunya menusuk ke jantung saya, sakitnya tidak terhingga, pada saat ini saya tidak bisa berteriak lagi.”
Menjelang kematiannya saat reinkarnasi menjadi babi ia berujar, “Pada saat itu arwah saya meninggalkan tubuh babi, ketika saya siuman, saya telah reinkarnasi menjadi manusia. Karena raja neraka mengetahui saya melakukan beberapa kebaikan, saya diberi kesempatan menjadi manusia lagi, ini adalah kehidupan sekarang.”
Biksu itupun berkata, “Tadi ketika saya melewati rumah jagal tersebut, melihat babi tersebut dijagal, saya teringat kepada penderitaan saya yang dahulu, dan saya tahu penjagal tersebut juga akan menderita penderitaan tersebut, oleh sebab itu saya menangis dan merasa sangat sedih.”
Mendengar kisah dari biksu itu, penjagal tersebut segera berhenti dari pekerjaannya, berganti menjadi penjual sayur. (minghuischool/hui/asr)
Labels:
cerita budi pekerti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment